Kendi adalah tempat air seperti teko yang terbuat dari tanah liat. Kendi biasanya dimanfaatkan untuk minum. Kendi ini terbuat dari tanah liat murni dengan proses pembakaran saja tanpa menggunakan glazuur/bahan tambahan. Dengan demikian molekul yang ada pada kendi itu tidak tertutup rapat. Keistimewaan dari kendi yang tidak diberi glazuur adalah oksigen dapat masuk kedalam air melalui pori-porinya (prinsip kapilaritas). Seperti kita ketahui oksigen adalah zat utama untuk kelangsungan kehidupan. Kendi dikenal di seluruh dunia dan berkembang di Mesir, China, Jepang, Thailand, dan Indonesia.
Sebutan 'kendi' pada umumnya dikenal di seluruh
Asia Tenggara. Kata kendi berasal dari bahasa Sansekerta
(dari India) yakni kundika yang artinya 'wadah air minum'. Dalam ikonografi Hindu, 'kundika'
merupakan atribut dari Dewa Brahma dan Dewa Siwa. Sedangkan pada agama Budha, 'kundika'
merupakan atribut Awalokiteswara dan peziarah Budha juga membawa
'kundika' yang dianggap sebagai salah satu dari delapan belas wadah suci yang
dibawa seorang rahib dalam perjalanannya mencari kitab suci.
Sebutan kendi di Indonesia bermacam-macam
khususnya untuk kendi tanpa corot (kendi seperti buah labu/botol). Di Sumatera
Barat wadah ini disebut labu tanah, di Jawa ada yang menyebutnya gogok,
atau glogok yang katanya berasal dari bunyi yang keluar saat air
dituang, di Batak disebut kandi, di Bali disebut kundi atau caratan,
di Sulawesi Selatan busu, di Aceh geupet bahlaboh dan di Lampung
disebut hibu.
Sejarah kendi Walaupun kendi sudah dikenal
sejak masa awal di Jawa dan Negeri Melayu, akan tetapi berdasarkan kesejarahan
benda itu berasal dari India yang telah lebih dulu mengenalnya pada zaman
peradaban yang lebih tua. Bahkan juga diduga kendi bercorot dari Asia Tenggara
bukan hanya peniruan dari India akan tetapi merupakan evolusi dari kendi
Mesopotamia dan Yunani. Beberapa bentuk Kendi bercorot kuno yang ditemukan di
Mesopotamia berasal dari tahun 3200 SM dan kendi bercorot yang ditemukan di
Yunani tahun 2500 SM ada kemiripan dengan bentuk-bentuk kendi yang ada di Asia
Tenggara.
Meskipun kendi-kendi gerabah telah dibuat di
banyak tempat di Indonesia sejak zaman prasejarah,
namun kendi secara khusus sebagai wadah air yang menuang dari corotnya, baru
dikenal pada abad ke-9 di Jawa. Hal ini dapat ditemukan pada relief-relief yang
ada di Candi Borobudur pada teras Kamadhatu. Di
Candi Borobudur yang dibangun sekitar tahun 800 M, memperlihatkan kedua bentuk
tersebut.
Bentuk kendi pada umumnya berbeda di setiap daerah
yang mencerminkan cita rasa atau pengaruh berbagai kebudayaan yang memasuki
suatu daerah sepanjang sejarahnya. Temuan-temuan kendi di daerah pemukiman kuno
memberikan gambaran penting mengenai pola perdagangan dan hubungan budaya yang
ditemukan pada kurun waktu yang berbeda di daerah tersebut dengan wilayah lain
seperti dari India, Timur Tengah, Mesopotamia, Yunani, Cina, dan lain-lainnya. Kendi
memiliki dua macam jenis yaitu polos dan bercorak. Kendi biasanya dimanfaatkan
untuk minum dan upacara adat Jawa. Orang Mesir membuat kendi yang
diukir menurut budayanya. Orang China membuat kendi yang bercorak gambar naga. Orang Thailand
membuat dua jenis kendi, polos dan bercorak. Orang Indonesia
membuat kendi polos, tetapi memiliki gagang untuk diangkat.
Namun secara umum
kendi mengambil bentuk buah labu sebagai inspirasi penciptaan. Hal ini
dimungkinkan, mengingat buah labu yang dikeringkan merupakan salah satu wadah
air yang pertama-tama digunakan sebelum orang memakai gerabah. Wadah air minum
gerabah yang awal diduga meniru bentuk buah tersebut, sampai saat ini masih
dibuat dan diciptakan seperti di daerah-daerah di Sulawesi.
Sebenarnya bentuk
kendi-kendi yang ada saat ini, tidak jauh berbeda dengan kendi masa lampau.
Mungkin variasinya saja yang membedakan. Akan tetapi bilamana diamati secara
umum terdapat dua bentuk dasar yakni pertama berbentuk botol, berbadan bulat
dan berleher, fungsi leher sebagai tempat mengisi dan menuangkan air. Yang
kedua berbadan bulat, berleher dan bercorot. Kedua bentuk ini telah banyak ditemukan
pada beberapa situs prasejarah sebelum abad ke-4, dan kedua bentuk tersebut
sampai saat ini masih dibuat dan dipergunakan oleh masyarakat.
Beberapa contoh
variasi bentuk dari bentuk dasar kendi dapat disebutkan antara lain di Jawa
Tengah, kendi upacara dari Mayong, Pati, bercorot tiga, dua corot di antaranya
palsu. Kendi ini dinamakan kendi maling, dan harus diisi dari lubang
dasarnya. Kendi dengan bentuk seperti ini juga dibuat di Bali dan Lombok, juga
di Tanah Gayo, Aceh terdapat beberapa kendi yang menarik, hanya mempunyai dua
lobang pada bagian atasnya yang tertutup, cara mengisinya melalui salah satu
lubang corot dari atas. Dengan bentuknya yang khas dan disain geometrik yang
digores halus, kendi-kendi Aceh mengingatkan kita pada kendi logam dari Timur
Tengah. Penduduk Aceh sendiri menganggap kendi ini sebagai tipe tradisional
yang digunakan sejak kerajaan Islam Aceh pada abad XVI.
Di Palembang juga
terdapat bejana yang memiliki dua, tiga, empat sampai lima corot yang berdiri
tegak pada bagian atasnya, yang masing-masing dapat menuangkan air, pada
umumnya badannya beralur, berkaki tinggi dan banyak di antaranya dicat warna
merah dan emas
Fungsi utama
kendi gerabah adalah sebagai wadah penyimpanan air minum, agar air tetap dingin
sepanjang hari. Karena kendinya berlubang, air langsung dapat dituang ke mulut
melalui tanpa menyentuh mulut. Kendi juga dapat berguna sebagai wadah cairan
seperti obat atau ramuan magis, seperti kendi di Jawa yang bertangkai panjang.
Tangkai tersebut berfungsi untuk mencegah tutup terlepas dan airnya terbuang,
bilamana digunakan seseorang yang terbaring di tempat tidur. Bentuk lain yang
berfungsi sebagai wadah obat ialah kendi yang berlubang pada ujung lehernya dan
berbentuk bawang.
Kendi
juga dipakai sebagai alat upacara pada acara-acara tertentu, misalnya pada
perkawinan. Air yang terdapat dalam kendi dianggap suci, murni, dan menyejukan,
menjadi simbol perkawinan yang sempurna. Di Jawa Barat, pada upacara
perkawinan, mempelai wanita membasuh kaki mempelai pria dengan air dari kendi,
setelah upacara pemecahan telur. Upacara basuh kaki melambangkan kesetiaan
seorang istri terhadap suaminya.
- Kendi juga dipakai pada acara sakral misalnya pada waktu upacara pemberangkatan jenazah dari rumah duka menuju pemakaman. Dalam upacara tersebut seringkali masyarakat Jawa Tengah memecahkan kendi yang berisi air. Para peziarah yang akan ke makam sanak keluarga biasanya juga membawa kendi berisi air untuk disiram ke atas kuburan dengan tujuan agar untuk menyejukan arwah yang meninggal.
- Kendi juga dipakai pada acara-acara penobatan atau pengukuhan. Sebagai contoh, pada acara ekspor perdana kontainer disiram dengan air melalui kendi yang dipecahkan. Contoh lain, pada saat pemberian nama "Tetuko" untuk pesawat terbang yang dibuat IPTN di Bandung tahun 1984, Presiden Soeharto memecahkan kendi berisi air wangi pada hidung pesawat tipe CN235 itu.
- Pada tari Bondan, tarian dari Surakarta, seorang anak wanita dengan menggendong boneka mainan dan payung terbuka menari di atas kendi. Ia harus menari dengan hati-hati agar kendi yang diinjak tidak pecah. Tarian ini melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya dengan hati-hati.
- Di Jawa, seperti pada masyarakat Tengger, kendi miniatur/kecil digunakan sebagai pelengkap sesaji dan di Bali dipergunakan pada acara-acara keagamaan, kendi juga diperlakukan sebagai mainan anak-anak, ketika mereka sedang mengadakan permainan rumah-rumahan, atau pasar-pasaran.
Keberadaan
kendi masih banyak dijumpai dalam masyarakat Indonesia sebagai pelengkap
kehidupan, meskipun usianya telah lama, namun bentuk dan fungsinya selalu
dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya sampai saat ini ( sumber.
wikipedia)
.
Kendi Gepeng (Tipis)
Ukuran
Tinggi : 34 cm
Tebal Badan : 10 cm
Lebar : 22 cm
Kapasitas : 2.5 Liter
Bahan Tanah Liat
Godokan jamu atau Kendi jamu (kriuk)
Bisa digunakan untuk merebus jamu
Bisa digunakan untuk merebus jamu
Ukuran
Diameter :
17 cm
Tinggi : 16 cm
Isi : 3 liter